GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA

Propeller Ads

Propeller Ads

Tuesday, May 31, 2016

BERDOA ROSARIO SAMBIL MENJAGA TOKO



Ada seorang ibu, Marice Laiy namanya. Ia bercerita bahwa sudah 35 tahun ia setiap hari selalu berdoa rosario. Bagaimana bisa? Ia bertutur, ketika ia menjaga toko, bila tidak ada pembeli yang datang, ia mengambil rosario yang ada di laci uang dan berdoa. Tetapi jika tiba-tiba ada pembeli yang datang, maka ia menghentikan doanya dan melayani pembeli. Sesudah pembeli pergi, ia melanjutkan kembali doa rosarionya. Begitulah, sudah selama 35 tahun ia menjalankan cara berdoa rosarionya. Ternyata ibu Marice Laiy jeli, memanfaatkan situasi rutinnya menjaga toko sambil berdoa rosario. (FA)

BERBAGI REJEKI


“Di toko kami (Toko Sukses) yang menjual mesin-mesin, banyak dus yang dalam beberapa hari sudah bertimbun jumlahnya,” demikian Bapak  Fransiskus Susanto Ciu Nyian Chiang yang ditemani Ibu Maria Magdalena Cia Ai Ling mengawali ceritanya. “Kepada karyawan kami katakan, Dus-dus ini dapat kalian jual dan hasilnya dapat kalian bagi-bagi, asalkan sesudahnya tempat kerja selalu bersih. Melalui pemberian peristiwa  ini, kami mau memberikan kegembiraan kepada karyawan-karyawan kami.” Dari kisah ini nampak, bahwa keluarga Fransiskus dan Maria Magdalena ternyata jeli menangkap peluang mengungkapkan iman dalam perbuatan kasih dalam kehidupan sehari-hari. Kasih memang memberi, tetapi kasih juga menerima. Bukankah dengan melihat orang bergembira karena suatu pemberian, serentak saat itu kita menerima darinya rasa kebahagiaan batin? Karena itu lambang memberi dan menerima adalah tangan terbuka. (FA).

PERAYAAN KOMUNI PERTAMA DI PAROKI SAMBAS


Minggu, 29 Mei 2016, pada kesempatan misa kedua, pukul 08.00 WIB dan bertepatan dengan “Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus”, 20 anak dari Gereja Kristus Raja, Paroki Sambas, menerima komuni pertama.


Perayaan komuni pertama ini berjalan dengan baik dan lancar. Pada awal perayaan anak-anak yang akan menerima komuni pertama yang di didampingi orang tua masing-masing disambut Pastor Cahyo di depan pintu gereja dan mereka kemudian berarak bersama menuju ke altar Tuhan. Ketika Pastor Cahyo bertanya, mengapa mereka ingin menyambut komuni, anak-anak serentak menjawab, “Kami ingin menyambut Yesus”. Sesudah menerima komuni dalam rupa roti dan anggur, anak-anak yang menyambut komuni pertama di depan patung Bunda Maria menyerahkan diri dalam pemeliharaan keibuan Maria, sebab mereka percaya dengan pendampingan dan pemeliharaan Bunda Maria, mereka akan dihantar kepada Yesus, satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup yang telah ditentukan oleh Allah Bapa sendiri dalam karya penyelamatan-Nya.


Peristiwa yang Menggembirakan

Dalam homilinya P. Cahyo mengatakan, bahwa penerimaan komuni pertama bagi anak-anak adalah peristiwa yang menggembirakan. Mengapa? Karena dengan menyambut komuni pertama, Yesus yang dulu anak-anak sambut hanya dalam kerinduan dan pengharapan, kini dapat disambut dalam kenyataan dalam rupa roti dan anggur ekaristi. Dengan menyambut komuni, berarti anak-anak dipersatukan dengan Yesus Kristus, Sang Penyelamat dan juga dipersatukan dengan Gereja-Nya. Namun P. Cahyo mengingatkan anak-anak, agar kesatuan dengan Yesus dalam komuni tidaklah boleh menjadikan mereka orang beriman yang mandul. Sebagai murid-murid Yesus, mereka mesti menghasilkan buah-buah iman yang konkret di dalam kehidupan, yakni dengan menghayati hidup yang senantiasa dipenuhi dengan rasa syukur dan mau berbagi kehidupan dengan orang lain, sebab Yesus sendiri kepada para murid-Nya mengatakan, “Kamu harus memberi mereka makan.” (Luk.9:13).


Sementara Bapak Yeremias Emi dalam kata sambutannya yang mewakili orang tua mengatakan, bahwa ia sangat senang dengan penerimaan komuni pertama ini, sebab anak-anak telah dianggap pantas menerima tubuh dan darah Kristus. Kristus sendiri selama kehidupan-Nya telah menyerahkan tubuh dan darah-Nya di kayu salib untuk menyelamatkan dan menebus manusia. Ia mengajak anak-anak dan juga semua umat, agar ketika ikut ambil bagian dalam ekaristi, mereka siap senantiasa untuk hidup dalam Tuhan. Ajakan Pak Emi ini diamini oleh anak-anak dan semua umat yang hadir di gereja.

Jangan Berhenti pada Upacara Komuni


Anak-anak sendiri senang ketika mereka dapat menerima komuni pertama. Gavino Lukito dan Charles Aleksander Evan, misalnya mengatakan, mereka senang karena mereka dapat menerima dan merayakan Tubuh dan Darah Kristus. Leo juga bergembira, karena ia dapat belajar banyak dari pengajaran dan perintah perintah-perintah Yesus. Sementara Wini Karolin merasa bahagia, karena dengan menerima Tubuh dan Darah Kristus ia merasa hidupnya sudah diberkati Tuhan.

Ibu Marselina yang mewakili Pembina dalam kata sambutannya dalam acara ramah tamah di pastoran mengucapkan selamat kepada anak-anak yang telah menerima komuni pertama dan berterima kasih kepada orang tua atas kerja samanya. Ia mengajak anak-anak, agar jangan berhenti sampai pada upacara komuni saja, tetapi berlanjut dengan terlibat dalam kegiatan Gereja. Kepada anak-anak, Ibu Marselina juga ,meminta agar Yesus yang mereka terima dalam komuni kudus dapat menjadi sumber kehidupan baru bagi mereka. Baru berarti bersih. Mereka yang tadinya malas, hendaknya menjadi rajin; mereka yang dulunya nakal, hendaknya sekarang menjadi anak yang baik. Proficiat bagi anak-anak yang baru menyambut komuni pertama! (FCW).

Tuesday, May 24, 2016

LIMA CARA UNTUK MEMBAGIKAN IMAN ANDA PADA TAHUN KERAHIMAN

 NancyWard


Pada Tahun Kerahiman ini, Paus Fransiskus memberanikan kita untuk menunjukkan belas kasihan Allah melalui kesaksian kita. Bapa Suci menyebut Yubileum Istimewa Kerahiman untuk mengarahkan perhatian dan tindakan kita “pada kerahiman sehingga kita dapat menjadi tanda yang lebih efektif dari tindakan Bapa dalam hidup kita … suatu waktu ketika kesaksian orang beriman akan tumbuh lebih kuat dan lebih efektif.”

Cerita iman kita adalah cerita kerahiman Allah kita dalam hidup kita. Kita semua mempunyai cerita iman yang unik untuk diceritakan. Membagikan karya Allah dalam hidup kita adalah cara terbaik untuk menjadi saksi yang efektif.

Pembaptisan kita memulai cerita iman kita. Kita ditugaskan untuk mewartakan Injil. Kita dapat melaksanakan panggilan kita untuk berbelas kasih dan mewartakan Injil dengan membagikan cerita iman kita pada setiap kesempatan yang diberikan kepada kita oleh Allah.

Melalui cerita iman, kita menceritakan kerahiman Allah, penyelamatan-Nya, penebusan dan pertobatan hidup kita. Tuhan mengungkapkan cinta-Nya melalui cerita kita. Dia menciptakan setiap kita sebagai lambang kehadiran-Nya yang tak terulang. Dia membangun iman kita setiap kali kita berjumpa dengan-Nya. Setiap kali kita menceritakan kisah kita, kita menyatakan ekspresi unik kehadiran Allah. Kita membagikan cinta dan kerahiman-Nya.

Berikut ada lima tips untuk membuat kesaksian kita yang lebih baik pada tahun 2016, berdasarkan ayat penginjilan favorit saya, 1 Petrus 3:15: “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”. 

  1. Selalu siap - dan bersedia - untuk membagikan apa yang Tuhan kerjakan dalam hidup Anda. Kenalilah cerita iman Anda. Perhatikanlah gerakan Roh Kudus untuk berbagi dengan teman lama atau orang baru dalam hidup Anda.
  2. Selalu ingin tahu tentang kisah iman orang di sekitar Anda dan dengan lembut mendorong mereka untuk berbagi cerita mereka dengan Anda.  Dekatilah dengan kekaguman bahwa teman yang Anda telah kenal bertahun-tahun,  ternyata memiliki cerita yang tidak pernah Anda dengar.
  3. Selalu otentik. Perlu diingat bahwa kesaksian Anda tidak hanya apa yang Anda katakan, tapi bagaimana Anda menghayati iman Anda dan menunjukkan alasan harapan Anda. Jadilah sesuatu yang dapat ditemukan.
  4. Selalu terbuka untuk menerima rahmat saat ini,  anugerah kehadiran Allah. Kemudian terbuka untuk memberikan anugerah kehadiran Allah dalam dirimu kepada orang lain. Biarkan sedikit cerita iman Anda tersiar kepada orang-orang di sekitar Anda dan lihat apa yang terjadi kemudian.
  5. Selalu rendah hati dan melakukan pertobatan terus menerus. Mencari cara-cara untuk memperbaharui iman Anda. Jadilah Anda, orang yang mengundang mereka, yang berada di pinggiran Gereja untuk bersama Anda pergi ber-retret, mengikuti hari pembaharuan, studi Kitab Suci atau seminar evangelisasi.
Bagaimana saya  memulai penginjilan dengan membagikan cerita iman saya? Bagaimana saya tahu apa yang harus dikatakan?

Mulai dengan membuat buku catatan harian (journal atau diary). Membuat buku harian rohani dengan semua berkat-berkat yang Tuhan telah berikan kepada Anda. Merenungkan titik tinggi dan rendahnya hidup Anda, berdoa dan mendengarkan Roh Kudus.

Mengetahui dan merenungkan kisah iman kita membantu memperjelas pikiran kita. Kita melihat bagaimana Allah campur tangan dan mengarahkan kita ke jalan yang Ia telah rencanakan untuk kebahagiaan terbesar kita. Kita melihat kerahiman-Nya.

Anda bisa mendapatkan ide yang baik dari pelbagai macam cara untuk menceritakan sebuah kisah pertobatan, kembali ke Gereja, penyembuhan atau sebuah doa yang dijawab.

Mulailah sekarang dengan buku jurnal rohani Anda. Biarkan Roh Kudus mengingatkan Anda tentang berkat-berkat yang luar biasa yang Tuhan telah berikan dalam hidup Anda.

Biarkan saya tahu bagaimana saya dapat membantu Anda untuk: “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” (1 Petrus 3:15).

Di mana Anda dapat pergi untuk berdoa, menulis dan merenungkan kisah iman Anda?

Sumber:
http://blog.catholicwritersguild.com/2016/04/five-ways-to-share-your-faith-in-the-year-of-mercy.html

Monday, May 9, 2016

SEKOLAH DASAR DI ELOK KOLONG (Bagian 4)

SEBUAH PERJUANGAN UNTUK MENGGAPAI CITA-CITA
ANAK-ANAK PEDALAMAN YANG BERPENDIDIKAN
(P. Firminus Andjioe OFMCap)

Kini keempat guru muda,  yakni Albertus Alang, Stefanus Agung, Dominikus Mudut dan Nurhayati yang mengajar di SD kelas jauh SDN 01 Elok Asam, Kecamatan Subah, Kabupaten Sambas sudah kuliah di UT Sambas. Kuliah setiap hari Minggu, dari Minggu pagi sampai Minggu sore. Agar tidak terlambat, mereka berangkat ke Sambas pukul 05.00. “Dengan kuliah ini semangat kami mengajar bertambah”, begitulah kata Stepanus Agung. Keempat guru muda ini dapat kuliah berkat kemurahan hati para dermawan yang disalurkan melalui pastor Firminus Andjioe OFM Cap.

Albertus Alang mengatakan, “Dengan kuliah wawasan kami dibuka dalam cara kami mengajar, menyampaikan isi materi dan memperdalam isi materi pelajaran. Selain mengajar kami sadar bahwa kami juga berperan sebagai pendidik, menanamkan nilai-nilai kehidupan bagi murid-murid”.


Hidup sehari-hari

Ketika penulis berjumpa dengan keempat guru, 2 minggu yang lalu, tampak mereka agak kurus. Muka mereka sedikit cekung. Kesan yang sama juga dilihat oleh Bapak Jacob Pujana, anggota DPRD Kabupaten Sambas, yang sekaligus juga wakil dewan paroki, yang ikut membantu biaya transportasi mereka. Ketika penulis bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian tampak kurus?” Sambil tertawa mereka menjawab, “Makanan kami kurang gizi. Kadang kami makan seadanya saja.” Dalam hati penulis maklum, sebab di samping menanggung tugas mengajar, para guru muda  ini sekarang juga harus menanggung tugas belajar.

Dua hari sebelum tulisan ini dibuat, HP penulis berdering. Ternyata dari Alang. Ia kemudian berkata, “Maaf Pastor, tempo hari saya tidak bisa langsung membalas SMS Pastor, karena baru sekarang  saya dapat membeli pulsa dari hasil mengojek. Pas kebetulan ada orang yang minta diantar ke pusat kecamatan untuk mengurus surat-suratnya.” Inilah sedikit gambaran kehidupan keseharian guru-guru muda ini untuk menunjang kehidupan harian mereka. Usaha lain yang mereka kerjakan adalah menanam lada di sebidang tanah yang diberikan seorang Bapak untuk mereka tanami. Penulis sendiri menyumbangkan bibit untuk mereka. Hanya sayang sekarang tanaman lada mereka yang masih muda itu tinggal beberapa batang saja, sebab lahan mereka yang ada di dataran rendah tergenang air, akibat hujan yang berkepanjangan. Dari apa yang dipaparkan di atas, nampaklah bahwa mereka sebenarnya sudah berusaha untuk mandiri dengan meningkatkan pendapatan  mereka salah satunya untuk dapat makan makanan yang bergizi, namun belum semuanya berhasil.


Hidup dengan pelita

Nuansa kehidupan lain yang dapat digambarkan adalah ketika malam tiba mereka mempergunakan pelita untuk penerangan mereka. Apabila sudah mau tidur, pelita itu dipadamkan untuk menghemat biaya minyak. Jadi di sini para guru ini tidur dalam kegelapan. Di wilayah mereka, listrik belum masuk sampai ke kampung-kampung. Karena itu kalau mau mengecas HP, mereka harus pergi ke pusat Desa Elok Asam. Tentang sinyal HP, mereka hanya dapat menerimanya di bubungan rumah guru yang mereka tempati. Karenanya ketika mau mengirim sms atau menelepon, mereka harus naik ke bubungan, agar sms dan telepon mereka dapat berfungsi dengan baik. Kepada mereka penulis katakana, “Kalian berempat, memang luar biasa.”                                                                           

SEKOLAH DASAR DI ELOK KOLONG (Bagian 3)

SEBUAH PERJUANGAN UNTUK MENGGAPAI CITA-CITA
ANAK-ANAK PEDALAMAN YANG BERPENDIDIKAN
(P. Firminus Andjioe OFMCap)

Masalah sosial di kampung ini, perkawinan di usia muda merupakan hal biasa. Suatu hari ketika mereka tahu bahwa salah seorang di antara kami adalah seorang pastor, maka dihadapkanlah kepada pastor sepasang calon pengantin. Yang wanitanya berusia baru menginjak usia 14 tahun dan yang lelaki berasal dari kampung ini. Kedua orang tua calon pengantin hadir pada saat itu dan merestui akan terjadinya perkawinan. Mereka mengatakan anak-anak mereka sudah saling mencintai, sanak famili yang hadir pada saat itu juga mengiakan. Pastor menanggapi supaya perkawinan ditunda dan menerangkan dan memberikan alasan-alasan penundaan baik dari sudut hukum maupun kesehatan dan akibat sosial lainnya. Walaupun Pastor memberi nasihat penundaan, dalam kenyataan perkawinan pastilah tetap terjadi. Biasanya diselesaikan secara adat.


Tanah yang Diminati Perusahaan

Problem sosial lainnya, tanah mereka sangat diminati oleh pihak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan. Pihak perkebunan berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan lahan mereka dengan cara mendekati tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang tertentu yang berpengaruh di tempat ini. Akibat pendekatan ini menimbulkan keresahan karena menimbulkan pro dan kontra. Akibat berkali-kali munculnya keresahan. Atas permasalahan ini maka kami diminta segenap warga bermusyawarah untuk menanggapi penawaran pihak perusahaan. Apapun keputusan harus ditaati segenap masyarakat setempat. Dalam musyawarah setiap orang diberi kesempatan bicara. Saat itu seorang pimpinan masyarakat setempat, yang dicurigai tanpa musyawarah mau menjual tanah milik masyarakat tampil berdiri menjelaskan, bahwa ia memang didekati pihak perusahaan, tetapi tidak pernah memberi tanggapan. Seorang Ibu tampil bicara. Ia mengatakan kalau tanah dilepaskan kepada pihak lain, kemana lagi mereka mau berladang. Seorang ibu lain mengatakan, air sungai nanti menjadi keruh dan beracun. Ke mana mau cari air minum dan sulit menangkap ikan. Seorang bapak yang tua mengatakan, anak cucu nanti tidak ada tanah untuk tinggal. Seorang ibu yang lain mengatakan nanti sulit cari sayur di hutan dan kayu api untuk masak. Nampaknya alasan-alasan sangat sederhana, tetapi menyangkut kehidupan pokok sehari- hari. Hasil musyawarah akhirnya menyepakati, tanah tetap dipertahankan. Pengelolaan tanam tumbuh berupa kayu-kayu, bila mau menebangnya juga harus dimusyawarahkan. Kesepakatan ini mereka tuangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani segenap unsur pimpinan yang ada di kampung tersebut.

Pernah sekali waktu kami berbincang dengan keempat guru yang mengajar. Di kedalaman hati mereka ingin sebenarnya kuliah mengambil jurusan pendidikan di Universitas Terbuka. Senin sampai dengan Sabtu pagi tetap mengajar. Sabtu Sore sampai Minggu sore ikut kuliah. Mereka ingin melanjutkan belajar, karena mereka menyadari, pendidikan yang mereka peroleh akan menambah kemampuan mereka dalam mengajar anak-anak didik mereka. Dan ada rasa khawatir juga, bahwa suatu saat bila mereka tidak menyesuaikan diri dengan persyaratan sebagai seorang guru, pastilah akan tersingkir. Padahal kata mereka sudah sangat merasa betah mengabdi mengajar. Mereka akui juga khususnya ketiga guru muda ketika diminta mengajar di kampung ini, pada mulanya berjuang untuk betah, melawan kesepian kampung tanpa listrik, tanpa TV, tanpa hiburan apapun. Hobi bermain futsal harus ditinggalkan perlahan-lahan dan diganti dengan hobi memancing, memukat ikan dan bermaraton dari ujung kampung menuju lokasi tertentu. Atau juga masuk menjelajahi hutan ke hutan. Tentang mau kuliah, persoalan yang mereka hadapi adalah dananya dari mana, sedangkan mereka mengajar di situ tanpa gaji. Salah satu di antara guru menerawang lalu berdiri dan matanya menatap kosong ke depan.


Pertanyaan Menggugah Hati

Lalu muncul di benak kami yang adalah pencetus gagasan peduli pendidikan di kampung ini dan mengutus ketiga pemuda menjadi guru di tempat ini, “Apakah benar motivasi peduli pendidikan ini sampai mengorbankan ketiga pemuda ini dan menjadikan mereka guru di tempat yang jauh dari keramaian dan berteman dengan kesunyian?” Ataukah, “Kegiatan ini terwujud semata-mata hanya suatu program pribadi saja?” Memang kami sebagai pencetus datang sekali-kali datang menjenguk dan mendengar kisah mereka dan meneguhkan mereka lagi dan lagi sambil membawa buah tangan dan memberi uang saku sekedarnya dari uluran tangan beberapa orang yang bersimpati, sekedar untuk membeli keperluan hidup sehari-hari seadanya.

Dalam kunjungan terakhir baru-baru ini dan tiga hari bermalam di rumah guru, keesokan pagi sebelum meninggalkan kampung ini, kami menyempatkan diri menyalami murid-murid dan keempat guru. Murid-murid berebutan menyalami sambil mencium tangan kami. Murid-murid melambaikan tangan. Dua tiga murid yang masih kecil-kecil yang berpakaian seadanya, corak warna baju yang sudah kusam dan ada juga yang terlepas kancingnya memberi pesan pada kami, “Hati-hati di jalan, ya.” Ibu Norhayati, terutama tiga guru muda, yakni: Albertus Alang, Stepanus Agung dan Dominikus Udut memandang kepergian kami dengan rasa haru. Kami memandang keempatnya dengan rasa iba dan berjanji dalam hati, bahwa kami tetap mendampingi mereka dalam mewujudkan cita-cita pengabdian mereka. Semoga Tuhan memberkati niat ini.

Sesudah sekian lama sejak kunjungan kami terakhir, bagaimanakah perkembangan perjuangan pendidikan SD di Elok Kolong? Silahkan klik di sini untuk mengikuti cerita selanjutnya.

*******

SEKOLAH DASAR DI ELOK KOLONG (Bagian 2)

SEBUAH PERJUANGAN UNTUK MENGGAPAI CITA-CITA
ANAK-ANAK PEDALAMAN YANG BERPENDIDIKAN
(P. Firminus Andjioe OFMCap)

Sekali waktu Paun, lelaki paruh baya bercerita kepada kami, “Kalau mandi di sungai yang berbatu besar itu badan jadi berpanau,” katanya sambil menunjuk batu besar yang ada di tepi sungai itu. Saya tertawa, bagaimana badannya tidak berpanau kalau sesudah mandi di sungai itu ia mengeringkan badannya dengan handuk yang selalu dililitkan atau diikatkan di pinggangnya. Bahkan handuknya pernah berfungsi sebagai pembungkus seekor ikan hasil pukatnya yang diberikan kepada ketiga guru. Umumnya juga, habis makan handuk juga dipakai untuk mengelap tangan. Terlihat juga oleh kami beberapa orang menderita penyakit flu. Handuknya untuk menyeka ingusnya yang keluar. Jadi masalah kesehatan ternyata kadang masih dijelaskan lewat mitos.


Berusaha Menarik Perhatian

Pada suatu pagi, ketika ketiga guru baru bangun tidur jam menunjukkan jam setengah enam lewat. Tiba-tiba terdengar suara motor meraung-raung, lalu motor dimatikan. Rupa-rupanya seorang laki-laki paru baya. Ia lalu naik ke rumah, memperkenalkan dirinya dan dibuatkan kopi. Kemudian beberapa orang keluar dari rumahnya masing-masing menemui laki-laki paru baya itu. Rupanya ia menuntut pembayaran papan yang digesek. Kemudian ia menulis di dinding depan rumah guru tulisan sebagai berikut, “Hargailah Orang Kecil. Saya Minta Uang Gesek Papan. Terima-kasih”. Sebab menurutnya tempo hari dialah yang meng-gesek papan rumah guru tersebut. Dulunya ia adalah penduduk setempat, tetapi sekarang sudah berpindah ke daerah lain. Sesudah kejadian itu, ketiga guru menjadi serba tidak nyaman untuk tinggal di rumah itu. Hari itu proses pengajaran berhenti. Sesudah di usut dengan baik, ternyata inti persoalan adalah lelaki paru baya tadi marah, karena tanahnya di tanami sawit oleh salah satu keluarganya yang adalah pimpinan kampung tersebut. Situasi ini ia tidak terima, tetapi ia tidak berdaya menyelesaikannya. Supaya terselesaikan ia berusaha menarik perhatian. Sesudah duduk perkaranya diketahui, tanaman sawit dicabut persoalan dianggap selesai dan esok harinya proses pengajaran berjalan kembali.

Adalah seorang anak laki-laki duduk di kelas dua, sebut saja namanya Joni sering kedapatan membolos. Ketika ditanya mengapa membolos, rupanya ia disuruh oleh orang tuanya untuk mengasuh adik-adiknya. Ia kadang membolos sampai seminggu. Ia satu-satunya anak yang bersekolah dari kampung yang berjarak sekitar delapan kilo dari rumah sekolah. Anak ini harus melalui jalan setapak yang kiri-kanannya adalah hutan. Begitulah sebelum kami menghidupkan lagi sekolah di Elok Kolong, anak ini harus bersekolah di sekolah induk di pusat desa yang berjarak empat km dari Elok Kolong. Jadi dulu ia harus menempuh sekitar dua-belas km setiap hari untuk bersekolah.

Ada satu anak lagi, masalahnya lain. Ketika kami pada suatu hari mengamati para murid yang belajar, ia berdiri di depan pintu kelas dua. Sekolah ini memang baru mempunyai dua ruang kelas yang serba seadanya. Kemudian saya bertanya kepadanya, “Mengapa tidak sekolah?” Ia menjawab, “Saya kelas tiga”. Ditanya lagi, “Mengapa berhenti sekolah?” Ia menjawab, “Saya dibilang bodoh oleh seorang guru.” Ia mengatakan, “Kalian yang bodoh berhenti saja sekolah.” Karena malu dengan teman-temannya dibilang bodoh inilah maka ia berhenti sekolah. Ketika ia ditanya lagi, “Masih maukah engkau sekolah, karena dengan bersekolah engkau bisa jadi dokter, guru, atau kepala desa?” Ia menjawab mau. Lalu kami katakan, “Tahun depan engkau sekolah lagi di sini.” Memang tahun depan di sekolah ini sudah ada kelasnya. 


Motor Hasil Sumbangan

Salah satu dari tiga guru mempunyai motor, hasil sumbangan orang yang bersimpati kepada kami. Kendaraan ini dipakai oleh ketiga guru ke pusat kecamatan untuk mengantar laporan ke pihak UPT Pendidikan. Motor itu juga dipakai untuk mengikuti penataran guru. Kalau demikian pemeliharaan kendaraan dan bensin pasti diperlukan. Karena itu ketiga guru ini pernah ikut mendulang. Oleh tokoh masyarakat setempat yang adalah mantan kepala desa, mereka dinasihati supaya tidak mendulang karena berbahaya. Ditakutkan tertimpa tanah longsor. Sebagai gantinya sepulang mengajar para guru ini mengojek hasil ladang masyarakat setempat berupa cabe, timun untuk dijual ke tempat penampungan yang jaraknya cukup jauh. Sekali waktu seorang ibu minta dijualkan cabenya ke pasar Sambas. Hasil jualan Rp 300 ribu. Ibu itu memberi Rp 100 ribu sebagai imbalannya.       

Administrasi sekolah berupa laporan bulanan guru mengajar dan laporan jumlah murid perbulan ternyata beres. Dan itu selalu diantar ke UPT. Kepala UPT Pendidikan Subah, menurut keempat guru sangat simpatik. Ia memberi dorongan kepada keempat guru-guru muda ini untuk tetap bertahan mengajar. Pesan ini meneguhkan mereka. Dana BOS mulai dialirkan ke sekolah ini berkat kejelian kebijakan UPT. Penggunaan dana BOS pertanggunggjawabannya ternyata tercatat dengan baik berapa yang masuk dan untuk apa.

Di sekolah ini, kedekatan murid dan guru sangat familiar dan masih alamiah. Ketika kami bersama satu guru melewati sungai yang ada di kampung sebelah, tiba-tiba di seberang sungai terdengar teriakan, “Pak guru! Pak guru!” kata anak-anak sambil melambaikan tangan. Nampak anak-anak itu sedang memancing ikan.

Kehadiran guru di tengah-tengah mereka ada kesan kuat selalu dirindukan anak-anak. Sehabis pembagian rapor sekolah libur. Ketiga guru muda pulang ke kampung halaman.

Ketika hari pertama masuk sekolah lagi dan para murid melihat guru-guru ini, mereka berebutan menyalami sambil mencium tangan. Bahkan ada yang mengelus tangan sang guru sambil tertawa-riang. Lalu bersamaan memasuki halaman sekolah. (Untuk bagian 3 dari tulisan SD di Elok Kolong klik di sini).

SEKOLAH DASAR DI ELOK KOLONG (Bagian 1)

SEBUAH PERJUANGAN UNTUK MENGGAPAI CITA-CITA
ANAK-ANAK PEDALAMAN YANG BERPENDIDIKAN
(P. Firminus Andjioe OFMCap)

Ketika di kota anak-anak bersekolah dengan nyaman, dengan gedung sekolah yang bagus dan guru digaji dengan memadai, namun di Elok Kolong, nama kampung di wilayah Desa Tebuah Elok, Kecamatan Subah, Kabupaten Sambas, ada SD yang bangunannya masih beratapkan daun rumbia, banyak anak yang bersekolah masih nyeker dan gurunya dibayar dengan beras.

Bagaimana ini bisa terjadi? Karena Sekolah didirikan oleh masyarakat, bukan oleh pemerintah. Mereka mendirikan bangunan SD itu, karena gedung sekolah negeri di Elok Asam terlalu jauh. Ada  yang berjarak 4 Km, 6 Km dan yang paling jauh 8 Km dari kampung mereka masing-masing. Sekarang masyarakat sedang berjuang agar SD mereka dapat dinegrikan, sekolah dibangun dengan layak dan gurunya mendapatkan Gaji yang memadai.

Bagaimanakah perjuangan mereka dalam menggapai cita-cita mulia ini? Mari kita simak kisahnya. 

*******



Di SD Elok Kolong ada lima guru yang mengajar. Mereka ini adalah Albertus Alang, Stepanus Agung, Dominikus Udut, Ringgo dan Noerhayati. Namun seiring berjalannya, Ringgo akhirnya mengundurkan diri. Ia hanya mampu mengajar selama tiga bulan. Pengunduran dirinya dapat dimengerti karena bagaimana mungkin ia dapat bertahan hidup kalau hanya dibayar dengan beras saja, sedangkan ia kadang pergi mengajar memakai motor orang tuanya. Dari mana ia mendapat uang bensin untuk sepeda motornya? Sejauh diketahui, sesudah pulang mengajar, ia menyempatkan diri membuka kebun lada. Namun dari praktek yang dijalaninya, merawat lada sepulang dari mengajar tidak mencukupi waktunya. Inilah satu alasan ia mengundurkan diri.

Alasan Bertahan

Keempat guru lainnya masih bertahan, karena melihat murid-murid yang ada sudah ada kemajuan dalam hal membaca, menulis dan berhitung. Agung mengatakan, “Saya ada di sini. Saya mau membaharui masyarakat, terutama mendidik anak-anak yang ingin sekolah, tetapi tidak ada yang mau memperhatikan mereka. Inilah yang membuat saya betah mengajar di tempat ini. Anak- anak sangatlah perlu mendapatkan pendidikan apalagi di jaman yang modern ini. Saya tidak mau masih ada masyarakat yang jauh tertinggal di dunia pendidikan. Setidak-tidaknya mereka pandai membaca dan menulis, sehingga tidak ada yang buta huruf ketika mereka keluar ke dunia yang akan datang, yakni dunia maju. Saya melihat juga masyarakat di kampung ini mendukung dan sangat memperhatikan serta menghargai kehadiran kami sebagai guru pembantu. Anak-anak sangat bersemangat mau belajar. Mereka yang dulu tidak bisa membaca dan menulis, berkat kehadiran kami ternyata sudah bisa membaca dan menulis. Yang paling membuat saya betah adalah melihat semangat anak-anak di Elok Kolong ini yang mau belajar. Saya pikir janganlah saya mematikan semangat belajar mereka ini. Saya berusaha membantu mereka sejauh kemampuan saya.

Memang dulu ketika pertama kali kami datang ke sekolah ini, anak-anak belum tahu membaca satu tulisan yang ditunjuk oleh kami. Ketika kami datang kembali ke sekolah ini, rata-rata anak-anak sudah dapat mengeja huruf-huruf dalam kalimat. Satu murid bernama Yudi, sudah sangat lancar membaca. Yang satunya lagi bernama Yulianus sangat berbakat di bidang Matematika. Kepada anak ini kami bertanya: 2+2 berapa? Ia menjawab 4. 4+4 berapa? Ia menjawab 8. 8+8 berapa? Ia menjawab 16. 16+16 berapa? Ia menjawab 32. 32+32 berapa? Ia menjawab 64. 64+64 berapa? Ia menjawab 128.128+128 berapa? Anak ini terdiam sejenak lalu hanya tertawa.


Paket C dan Rumah Guru

Ibu Noerhayati walaupun tamatan Paket C dan tidak mengenal ilmu cara mengajar, ternyata ia mengajar dengan baik. Ia mengajar murid-murid kelas 1 dengan cara yang sangat mudah dipahami oleh anak didiknya. Ia tidak bosan-bosannya mengulang-ulang melatih murid-muridnya menulis abjad di papan tulis. Kadang-kadang ia mendatangi muridnya satu persatu di bangku sambil memegang tangan murid untuk mengajarinya menulis abjad di buku tulis masing-masing. Begitu juga dalam mengenalkan angka-angka ia dengan sabar memperkenalkan angka nol sampai sepuluh. Sepulang mengajar ibu Noerhayati pergi ke ladang. Seperti ibu-ibu sekampungnya, ia juga tanpa segan-segan menggambin, menaruh tali keranjang di kepalanya untuk pergi ke ladang. Sekali waktu pada waktu sore hari kami melihat sepulang dari ladang, ia memberi buah timun kepada tiga guru lainnya.

Ketiga Guru, yakni Alang, Agung dan Udut tinggal di satu rumah, yang oleh masyarakat setempat disebut rumah guru. Padahal rumah itu hanyalah sebuah rumah kecil yang berukuran 4x6, terdiri dari ruang tamu, kamar tidur, dapur dan wese yang semuanya berukuran serba kecil, hasil gotong-royong masyarakat setempat. Rumah ini terbuat dari dinding papan dan atap seng, tetapi sebagian beratap daun untuk mencukupi atap seng yang kurang. Pada mulanya rumah ini tidak berwese. Ketika pertemuan pertama bersama masyarakat, disyaratkan rumah ini harus ada wesenya, supaya para guru tidak berwese di seluas alam yang ada. Dikatakan pada mereka tidaklah mungkin seorang guru, ketika sedang berwese terlihat oleh anak muridnya, bisa-bisa kewibawaan sang guru akan terpengaruh. Di kalangan masyarakat sendiri, mereka hampir semua berwese di seluas alam yang ada. Rata-rata rumah tidak mempunyai wese. Hal ini mungkin karena mereka  pagi-pagi sudah berangkat ke ladang. Sore baru pulang ke rumah. Kalau ladang atau tempat pendulangan cukup jauh, maka biasanya mereka tidak pulang. Kadang sampai seminggu. Kama itu wese mereka rasakan tidak terlampau penting. Toh mereka juga kalau mau ke wese dengan mudah pergi ke sungai yang mengitari kampung.(Untuk membaca bagian 2 dari tulisan SD di Elok Kolong ini, klik di sini)

Saturday, May 7, 2016

PEMBUKAAN BULAN MARIA DI GUA MARIA SANTOK


Pada 1 Mei 2016, pukul 10.00 wib, di Gua Maria Santok, Paroki Sambas diadakan misa pembukaan bulan Maria yang dipimpin oleh P. F. Cahyo Widiyanto OFMCap dan dihadiri oleh banyak umat, secara khusus oleh OMK Paroki Sambas. Sebelum misa umat bersama-sama mendoakan doa Rosario dan Litani Bunda Maria.

Gua Maria Santok adalah gua alami yang letaknya di pinggir jalan raya Santok, Kecamatan Sajingan Besar, yang dapat dijangkau sekitar 2 jam dengan kendaraan dari kota Sambas. Di sekitar gua Maria, alam masih alami. Banyak pepohonan besar mengitarinya. Ke depan jika ditata lebih baik tidak mustahil gua Maria Santok akan menjadi tempat ziarah Maria yang banyak dikunjungi umat.  

Yang khas dari misa pembukaan bulan Maria ini adalah kehadiran OMK Paroki Sambas yang menganimasi liturgi dengan musik ala OMK. Alhasil misa berjalan dengan segar, khidmat dan gembira.


Dalam khotbahnya, Pastor Cahyo menjelaskan, mengapa bulan Mei disebut bulan Maria. Alasannya, Gereja sesuai dengan tradisinya mau menghormati Maria sebagai Bunda Allah yang nampak dalam pesta “Maria Mengunjungi Elisabet” saudarinya pada 31 Mei. Alasan yang lain, sesuai dengan apa yang dikatakan Paus Paulus VI, Gereja mau mengajak umat beriman untuk aktif berdoa bersama, terdorong oleh pelbagai kepentingan Gereja atau karena bahaya yang mengancam dan menuntutnya.

Selanjutnya P. Cahyo mengajak umat, agar mereka memiliki keutamaan-keutamaan yang ada di dalam diri Bunda Maria, yakni imannya yang teruji dalam suka dan duka dan keterbukaannya terhadap bimbingan Roh Kudus. Keutamaan-keutamaan ini dapat dihayati dalam hidup orang beriman, jika umat seperti Maria sungguh-sungguh mengasihi Yesus dan menaati Firman-Nya sebagaimana dikatakan Yesus sendiri, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” (Yoh.14:23).

Setelah misa, OMK berkumpul untuk mendiskusikan dimanakah EKM (Ekaristi Kaum Muda) pada bulan Juni 2016 akan diadakan. Keputusannya akhirnya disepakati, yakni EKM berikutnya akan diadakan 5 Juni 2016 di Stasi Keranji pukul 12.00. (Velvlriavv).