GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA

Propeller Ads

Propeller Ads

Wednesday, April 6, 2016

SEJARAH SINGKAT GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA SAMBAS (Bagian Kedua)

 Untuk Membaca Sejarah Singkat Gereja Katolik Kristus Raja, Sambas yang pertama, klik di sini!

Sekitar 1950 baru ada enam buah stasi baru yang terletak di luar kota Sambas. Keenam stasi tersebut adalah: Segarau, Sekura, Paloh, Aruk, Sawah, dan Subah. Kebanyakan stasi-stasi itu dibuka dengan tidak resmi sebab pelayanan dan kunjungan Pastor terjadi secara berkala dan atas permintaan dan undangan dari kampung-kampung bersangkutan. Kebanyakan stasi-stasi berikutnya yang terbentuk sekitar tahun 1970.

Kunjungan Pastor ke kampung umumnya ditujukan kepada mereka yang pernah tinggal di asrama yang sudah dipermandikan. Kunjungan ditujukan hanya untuk beberapa orang saja sebagai bentuk pemeliharaan rohani umat diaspora. Namun secara perlahan-lahan, banyak orang di kampung-kampung mulai membuka pintu bagi agama Katolik karena agama nenek moyang (Animisme) dianggap ketinggalan zaman. Masuk agama berarti sudah mengikuti perkembangan zaman, sudah maju. Di samping itu, ada dorongan dari pihak militer agar mereka memeluk salah satu agama resmi negara. Banyak orang datang dan mengundang Pastor untuk memberikan Sakramen Baptis.

Dengan bertambahnya jumlah umat, menuntut setiap stasi di kampung untuk mengangkat seorang pemimpin agama, yang oleh Pastor mereka sebagai wakilnya di antara umat di kampung itu. Sejak tahun 1970 umat Katolik di pedalaman khususnya di daerah Bantanan bertambah secara kuantitatif. Awalnya Pastor Fridolinus van Veghel mengunjungi stasi di kampung-kampung hanya sekali setahun menjadi 2-3 kali setahun karena melihat perkembangan umat Katolik yang kian pesat meskipun hubungan transportasi masih sulit. Pemeliharaan rohani umat di kampung selanjutnya dilaksanakan oleh Pastor Silvinus Notor 1976. Dia merupakan Pastor pribumi pertama yang bertugas di Paroki Sambas. Pastor ini mulai secara intensif memberikan pendampingan kepada stasi-stasi di kampung melalui kegiatan retret dan pendalaman iman umat di daerah Bantanan dan Subah. Dengan demikian, stasi-stasi yang awalnya kecil terbentuk menjadi stasi yang besar.

Banyak Pihak Terlibat

Paroki Sambas tidak sekali jadi, tetapi melalui proses yang panjang dan perkembangan serta kemajuannya melibatkan banyak pihak. Jauh sebelum Paroki ini terbentuk secara resmi (1913) sudah ada beberapa Pastor datang, melihat dan melayani orang Katolik. Meskipun jumlahnya tidak seberapa tetapi mereka telah berusaha menjajaki dan memberikan pelayanan rohani kepada mereka. Sentuhan kasih yang mereka berikan memberikan penyegaran, kekuatan dan semangat kepada orang Katolik. Di samping Pastor ada pula Katekis. Dari awal Paroki Sambas sudah ada Katekis yang membantu dalam urusan Paroki bahkan di daerah pedalaman ada beberapa orang yang praktis berlaku sebagai Katekis atau seorang guru yang menjadi pelopor perkembangan agama.
Peran Suster

Perkembangan Paroki ini tak terlepas juga dari peran para Suster meskipun awalnya sebatas di dalam kota saja. Karya karitatif yang mereka geluti melalui sekolah-sekolah, poliklinik, kunjungan ke rumah-rumah dan katekese memberikan andil besar bagi perkembangan dan kemajuan Paroki Sambas. Meskipun di daerah pedalaman belum ada peranan Suster namun mereka memberikan pendidikan dan pendampingan bagi sebagian kecil anak- anak perempuan di asrama. Sejak 1977, para Suster mulai terlibat dalam kegiatan tourne bersama Pastor dan Katekis ke kampung. Di kampung mereka membantu dalam pengobatan bagi yang sakit dan katekese.
Peran Umat

Di samping itu, peran serta seluruh umat turut membantu perkembangan dan kemajuan Gereja di Paroki Sambas. Keinsafan sebagian besar umat Katolik dengan cara mereka telah menyumbang andil besar bagi kemajuan tersebut. Hal ini nampak dalam kesiapan dan kerelaan mereka menjadi pelopor dan katekis sukarela di tempat di mana mereka berada. Guru- guru sekolah menjadi kader umat, dan memimpin umat beribadat.


Bentuk Karya Kerasulan

Sejak awal terbentuknya Paroki, bentuk karya kerasulan yang sudah lazim dilakukan adalah tourne. Pastor bersama guru agama atau Katekis pergi dari kampung ke kampung. Di kampung, Pastor bertemu dengan umat dan memberikan pengajaran iman kepada mereka melalui katekese. Pastor berusaha agar ia dikenal umat dan umat tidak segan dengannya. Pastor berusaha menjalin pendekatan yang baik dengan tua-tua di kampung yang dikenal berwibawa dan berpengaruh. Melalui pendekatan ini, banyak orang, tua-muda di kampung mau dikumpulkan. Pada saat berkumpul, Pastor berkatekese dengan bahasa yang bisa dimengerti, bahasa Indonesia dan bahasa setempat. Oleh karena itu, setiap perjalanan tourne, Pastor selalu membawa seorang Katekis atau guru agama yang tahu bahasa setempat. Tourne merupakan salah satu sarana pewartaan dan kerasulan yang masih sangat efektif hingga sekarang ini dan tetap mesti dipelihara dan dilanjutkan.

Peran Sekolah

Sebagaimana telah diutarakan di atas, bahwa peranan sekolah sangat penting dalam perkembangan Paroki. Sekolah dilihat sebagai sarana yang ampuh untuk membentuk dan menyemai benih iman. Begitu juga dengan peran poliklinik atau rumah sakit.
Peran Asrama

Asrama sebagai tempat pemondokan bagi anak-anak sekolah dilihat sebagai bentuk karya kerasulan yang sangat membantu perkembangan Paroki. Asrama tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga tempat untuk membentuk mental dan kepribadian setiap pribadi. Asrama memungkinkan seseorang untuk mandiri dan bertanggung-jawab atas diri dan sekitarnya. Karena itu, asrama dilihat sangat penting bagi pembentukan manusia yang bertangung-jawab dan beriman. (F. Cahyo W.). 

Untuk membaca Sejarah Singkat Gereja Katolik Kristus Raja Sambas (Bagian Ketiga) klik di sini !

Sumber:  P. Markus Use OFMCap.  Buku Kenangan Perayaan Satu Abad Paroki Sambas: November , 1913-2013. Paroki Sambas, Sambas, 2013.

7 komentar:

  1. @Pastor Cahyo...selamat Pastor...smga web ini mjd sarana info ttg Paroki Kristus Raja Sambas

    ReplyDelete
  2. Ok..Tks Ibu Boni.Itulah yang kita harapkan bersama. Salam.

    ReplyDelete
  3. Hello,
    When was year the building first built ...was it mananged by rhe Dutch roman catholic church

    Bernard sim

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hello, Bernard. Thank you for your visit on our blog. Parish Sambas stand in 1913 with the first parish priest, Father Fidelis A. Tonus, a Capuchin missionary Netherlands. The house’s priest was built 1913. But then renovated in 1933. The first church building was established in 1918. Since the burning of 1952, then in 1954 the parish church Sambas was rebuilt. The present church is the result of the renovation with the widening of left and right wing, 2009. For further details, please read in “Sejarah Singkat Gereja Kristus Raja Sambas (Bagian Pertama)”.

      Delete
    2. I was born in Sambas but was moved to kuching after a few months...My mum said I was baptized but I do not have the date of birth. Is there any way of tracing my date of baptism in 1955 ?

      Delete
    3. Thanks Bernard on your question. To check your data in the baptismal book in 1955, please send your full name at this address: parokisambas@gmail.com. Also, please you send full name of your mother and father. Hopefully, information about you there is in the book of baptism.

      Delete
  4. Thanks for information about my congregation in the church blog.

    ReplyDelete