GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA

Propeller Ads

Propeller Ads

Wednesday, April 6, 2016

SEJARAH SINGKAT GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA SAMBAS (Bagian Pertama)


Suasana kota Sambas pada zaman dahulu lebih menyerupai kampung daripada kota. Sambas terletak di pinggiran sungai. Tidak ada jalan darat. Yang ada hanyalah jalan setapak yang menghubungkan rumah dengan rumah. Sungai menjadi sarana berlalu-lintas. Rumah-rumah di pasar memang berdekatan, tetapi selebihnya rumah berserak-serakan. Banyak tumbuh pohon kelapa dan karet dan sebagiannya adalah semak-semak. Mayoritas penduduk adalah Melayu dan Tionghoa dan kedua bahasa itulah bahasa sehari-hari mereka.

Sejak dahulu kala, Sambas adalah bagian dari wilayah kesultanan dan Sri Sultan memainkan peranan penting dalam birokrasi pemerintahan. Orang Dayak belum banyak didapati di kota Sambas sebab mereka berdomisili di pedalaman pada waktu itu.


Lahirnya Sebuah Paroki

Sebelum Paroki Sambas didirikan secara resmi, daerah ini sudah dikunjungi oleh Pastor Beatus dari Singkawang (1906-1908), kemudian oleh Pastor Marcellus dari Pemangkat (1908-1913). Belum ada stasi resmi di Sambas. Kedatangan mereka secara berkala untuk mengunjungi beberapa keluarga Tionghoa. Beberapa anak dibawa ke asrama pastor di Singkawang dan kebanyakan dari mereka dipermandikan. Mereka inilah yang kemudian menjadi pelopor Paroki Sambas.

Pada 23-25 Oktober 1909 dalam rapat Definitorium Ordo Kapusin dibicarakan usaha untuk untuk mendirikan sebuah stasi baru di Sambas. Pertimbanganya ialah di Sambas sudah ada cukup banyak yang Katolik. Anjuran dari hasil rapat Ordo tersebut belum sepenuhnya ditanggapi, sebab terbatasnya tenaga yang bisa diutus ke wilayah Pantai Utara Borneo itu.

Awal Desember 1913 Pastor Fidelis A. Tonus menyatakan kesiapannya membuka pelayanan di Sambas. Karena itulah, maka pada 1913 Paroki Sambas secara resmi dinyatakan berdiri dan Pastor Fidelis adalah Pastor Paroki pertama. Batas teritorial Paroki Sambas waktu itu mencakup seluruh wilayah Onderafdeling (kewedanan) Sambas dan di wilayah Onderafdeling Bengkayang sampai pada bagian hulu dari sungai Sambas (songkong/sungkung). Setelah diangkat menjadi Pastor di Sambas, Pastor Fidelis masih tinggal di Pemangkat bersama dengan Pastor Marsellus. Sambas belum ada tempat tinggal yang permanen.

Buku Permandian di bawah tahun 1942 hilang pada zaman Jepang sehingga informasi tidak ada lagi. Misi pelayanan sepenuhnya waktu itu terarah kepada orang Tionghoa, belum ke daerah- daerah yang didiami orang Dayak (Bantanan dan Subah).

Perjalanan Tourne

Dari Pemangkat Pastor Fidelis tourne ke Sambas hingga ke Paloh bersama seorang guru agama Tshang A Kang dengan kapal uap. Dengan perahu penumpang beratap mereka berdua menyusuri terusan sungai hingga sampai di Kartiasa yang terletak di Sungai Sambas Besar. Perahu terus ke arah hulu sampai sungai Bantanan dan sungai Serabi. Perahu masuk sungai Serabi. Melalui anak sungai mereka sampai di Pimpinan. Malam tiba, mereka mencari tempat untuk menginap, dan mengetuk pintu rumah seorang Tionghoa yang tidak mereka kenal dan bermalam di situ. Tourne diteruskan menyusuri jalan tikus dengan kaki telanjang sebab kondisi jalan tanah dan licin. Banyak jembatan terbuat dari kayu-kayu bulat. Sepanjang perjalanan mereka menyusuri hutan rimba dengan pepohonan besar yang masih primer. Ketika keluar dari hutan, mereka sampai di laut Tiongkok. Melalui laut Pastor Fidelis sampai di Tanah Hitam. Mereka berdua bermalam di rumah seorang Tionghoa yang dikenal. Jalan diteruskan ke kampung Niku (Liku), dan bermalam di rumah orang Tionghoa, famili seseorang asal Sambas. Waktu malam banyak orang berkumpul, Tshang A Kang berbicara tentang agama Katolik. Orang Niku menginginkan agar mereka tinggal lebih lama di situ. Ketika mengunjungi seorang Eropa di Niku, Pastor Fidelis berkesempatan naik kapal layar dan langsung menuju Paloh sasaran tournenya. Di Paloh, mereka menumpang di rumah seorang tauke kaya, rumahnya besar sekali dan semua penghuni belum beragama kecuali seorang anak laki-laki. Si bapak tidak setuju bila cucunya dibaptis namun akhirnya dibaptis juga.

Kapal Terdampar

Untuk kembali ke Pemangkat, Pastor Fidelis menumpang kapal layar milik tauke tersebut. Perjalanan dari Paloh ke Pemangkat ditempuh kurang lebih tiga hari. Dalam perjalanan menuju Pemangkat, Kapal yang mereka tumpangi terdampar di pasir panjang Tanah Jawai akibat badai topan yang menghantam kapal mereka. Topan malam itu mengakibatkan kapal mereka terdampar di pasir. Semua harus menunggu hingga air laut naik. Beberapa kali usaha gagal hingga menunggu air laut pasang kembali. Akhirnya usaha itu berhasil dan kapal layar dapat meneruskan perjalanan ke Pemangkat. Selama tiga hari Pastor Fidelis berada di laut dengan pakaian yang tak berganti. Ia tiba kembali di rumah dengan tenaga yang habis terkuras karena perjalanan panjang yang melelahkan.


Sarana Penunjang Karya Misi di Paroki

Untuk menunjang pelayanan dalam karya misi, maka dibangunlah sebuah Pastoran pertama, 1913; akibat satu dan lain hal terjadi perombakan dan pembaharuan dan pastoran yang sekarang dibangun tahun 1933. Gereja pertama didirikan tahun 1918, gereja tersebut terbakar tahun 1952. Tahun 1954 gereja dibangun kembali. Gereja yang ada sekarang merupakan hasil renovasi dengan pelebaran sayap kiri dan kanan, 2009. Biaya renovasi sepenuhnya disponsori oleh Bapak Aloysius Lunardi Liu dari Jakarta.

Suster dari Etten Belanda

Pada 11 Juni1924 enam orang Suster Etten dari negeri Belanda tiba di Sambas untuk membantu karya misi Gereja di sini. Keenam Suster pertama yang datang adalah: Suster Sophia Franken, Suster Leontina van der Loo, Suster Elisabeth Wagemakers, Suster Aquina Oonicx, Suster Rosa van Eyk dan Suster Eudoxia Verdurmen. Karya pelayanan mereka lebih fokus di bidang pendidikan dan kesehatan.

Bangun Sekolah dan Asrama

Untuk kenyamanan dalam memberikan pelayanan, maka pada 1924 para Suster mendirikan rumah sebagai Susteran. Tidak lama setelah itu, para Suster mulai mendirikan SD Amkur dan membangun asrama SD dan TKK tahun 1924; kemudian mendirikan SMP Amkur dan asrama SMP pada 1956; SKP beserta asramanya tahun 1952. Antara tahun 1952-1958 ada pula SMP berbahasa Tionghoa yang diurus oleh Pastor-pastor CDD dan OFMCap. Semua asrama yang diurus Suster dikhususkan hanya untuk anak-anak perempuan. Sedangkan asrama untuk menampung anak laki-laki yang diurus oleh Pastor dan Bruder pernah ada dan asrama tersebut dibangun tahun 1952-1956. Kemudian 1961 dibangun Rumah Novisiat untuk mendidik calon-calon yang ingin bergabung hidup dengan para Suster.    ,

Sedangkan sekolah Misi di luar kota Sambas: pernah ada sekolah- sekolah kecil di Sawah, Keranji, Aruk, Subah, Elok Asam. Sekolah-sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak Suku Dayak setempat. Sekolah tersebut merupakan sekolah swasta-misi boleh jadi akhirnya dinegerikan atau ditutup karena kekurangan jumlah murid. Kemungkinan lain karena masyarakat sendiri melihat bahwa belum merasa pentingnya pendidikan atau bersekolah. Sekarang ada satu SD swasta di Sekura yang dibangun 1970, sejak 1996 sekolah tersebut dikelola Suster Fransiskanes Sambas (KFS) dengan nama SD Budi Mulia Amkur Sekura. (F.Cahyo W.).

Untuk membaca Sejarah Singkat Gereja Katolik Bagian Kedua, klik di sini.

Sumber:  P. Markus Use OFMCap.  Buku Kenangan Perayaan Satu Abad Paroki Sambas: November , 1913-2013. Paroki Sambas, Sambas, 2013.

1 komentar:

  1. thanks for information about my congregation in the church blog.

    ReplyDelete