GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA

Propeller Ads

Propeller Ads

Monday, April 18, 2016

REKOLEKSI ANAK-ANAK SDS AMKUR SAMBAS

“Panggilanku yang Luhur sebagai Anak-Anak Allah”


Pada Sabtu, 9 April 2016 72 anak SDS Amkur kelas VI, Sambas mengadakan rekoleksi setengah hari dari jam 08.00 – 12.00 di Aula SDS Amkur. Rekoleksi ini yang adalah pelaksanaan program tahunan – menurut Ibu Marselina – diadakan untuk menyegarkan iman anak, memotivasi agar siap menghadapi ujian sekolah dan menyiapkan mereka untuk jenjang pendidikan yang selanjutnya.

Rekoleksi yang dipimpin oleh P.F.Cahyo Widiyanto OFMCap dan Filipus Filen ini bertemakan “Panggilanku yang Luhur sebagai Anak-Anak Allah”. Tema ini dalam proses rekoleksi kemudian dijabarkan dalam dua sub tema. Pertama, “Aku Dipanggil sebagai Anak yang Dekat dengan Tuhan dalam Doa’ dan kedua, “Aku Dipanggil sebagai Anak-anak yang Berprestasi”. 

Pastor Cahyo dalam paparannya mengatakan, bahwa salah satu ciri seorang beriman adalah berdoa. Karena itulah jika seorang mengaku dirinya beriman, namun tidak pernah berdoa, maka ia adalah seorang pembohong. Imannya dipertanyakan.

Doa bagi seorang murid Kristus adalah dialog, komunikasi atau perjanjian antara manusia dengan Allah di mana Kristus menjadi dasar dan model kepengantaraan hubungan manusia dengan Allah. Karena doa adalah dialog antara manusia dengan Allah, maka dalam doa manusia tidak hanya berbicara kepada Allah, tetapi ia juga mesti mendengarkan Allah yang bersabda di dalam hati, tempat di mana Roh Kudus berkenan tinggal, hadir dan berbicara dengan manusia.

Dengan berdoa inilah manusia menampakkan dirinya sebagai citra wajah Allah dan membiarkan dirinya mengambil bagian dalam kekuasaan cinta kasih Allah yang membebaskan banyak orang.

Dalam hal berdoa Pastor Cahyo mengajak anak-anak, agar mau belajar dari Yesus, Sang Pendoa yang ulung. Dalam doa “Bapa Kami”, Yesus mengajar agar dalam berdoa, doa itu mesti diarahkan kepada Allah Bapa di surga dan dalam permohonan, orang beriman bukan hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi juga mesti memperhatikan kepentingan Allah dan sesama.

Sementara Filipus Filen dalam penyampaian materinya mengatakan bahwa prestasi adalah hasil maksimal yang diperoleh ketika seseorang pelajar melakukan tindakan belajar yang benar, yakin belajar dengan rajin, tekun dan bersemangat. Atau dengan kata lain prestasi adalah hasil membanggakan yang  diperoleh setelah seorang pelajar berusaha keras memperoleh cita-citanya.

Filen berharap bahwa semua anak SD Amkur memperoleh prestasi yang membanggakan. Dan itu bisa dicapai ketika mereka memiliki semangat untuk maju, bersemangat dalam belajar, tidak mempunyai kamus menyerah dan tegar dalam mencapai kesuksesan dalam belajar.

Selama rekoleksi anak-anak SD Amkur nampaknya mengikuti rekoleksi dengan penuh semangat, karena metode rekoleksi yang dibawakan tidak hanya menggunakan metode ceramah, tetapi juga dengan permainan dan refleksi dalam kelompok.

Mereka bersemangat menyerukan yel-yel, “Anak-anak SD Amkur beriman dan berpestasi, yes-yes-yes” dengan diikuti gerak tangan berdoa dan mengepalkan tangannya tanda siap untuk berprestasi. 

Maria Dominica Meidina yang akrab dipanggil Ica mengatakan, ia senang mengikuti rekoleksi yang diadakan, karena membuatnya semakin bersemangat di dalam doa dan belajar. Ia juga senang, karena permainan yang diadakan membuat ia banyak tertawa dan bergembira.  


Sementara Sr. Alfonsa KFS menyampaikan kesannya, bahwa anak-anak SD Amkur senang dengan rekoleksi yang dibuat, sebab bahan yang dibawakan memberikan semangat kepada mereka, tidak membuat mereka berdiam diri, tetapi membuat mereka terlibat, baik dengan permainan, maupun dalam diskusi kelompok. (FCW). 

Monday, April 11, 2016

SEJARAH SINGKAT GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA SAMBAS (Bagian Ketiga)

BUAH-BUAH PANGGILAN
HASIL PENGINJILAN MISIONARIS SETELAH SATU ABAD PAROKI

Tahbisan Imam:

1.Pastor Paulus Tjie Djiu Luk, CDD asal Sambas (tahbisan, 1987). Meninggal, 2004.
2.Pastor Lodewyik Tshie, CDD asal Sambas (tahbisan tahun 1990)
3.Pastor Frederikus Samri, OFMCap asal Sasak (ditahbiskan, 2001)
4.Pastor Markus Use, OFMCap asal Sawah (ditahbiskan, 6 Februari 2003)
5.Pastor Alfonsius Anam, OFMCap asal Sungai Bening (ditahbiskan, 2004)
6.Pastor Andreas Derry, OFMCap asal Sepandak-Subah (ditahbiskan, 2009)

Hidup Membiara Bruder dan Suster:

1.Bruder Leonard Manurung, OFMCap asal Elok Sempita-Subah.
2.Suster Maria Sofia, KFS (Sambas). Suster Hermina, KFS (Sambas). Suster Paula, KFS (Sambas). Suster Agata, KFS (Subah). Suster Angela Merici, KFS (Aping). Suster Elfrida, KFS (Sungai Bening). Suster Edita, KFS (Sawah). Suster Brigita, KFS (Senipahan). Suster Fransita, KFS (Sasak). Suster Yosepha, CB (Sasak). Suster Leoba Putra, SCK (Sasak). Mereka yang sudah meninggal: Sr. Maria Gratia,KFS. Sr. Gorgonia, KFS. Sr. Cunera, KFS. Sr. Auxilia, Sr. Marie Jose, KFS. Sr. Anastasia, KFS. Sr. Fulgentia, KFS. Sr. Elisabeth, KFS.

PASTOR YANG PERNAH DAN MASIH BERTUGAS
DI PAROKI SAMBAS 1913-2016

Tahun Berkarya
Pastor Paroki
Tahun Berkarya
Pastor Rekan
1913 - 1927
Fidelis
1921 - 1922
Evaritus


1925 - 1928
Salvator
1928 - 1948
Salvator
1927 - 1928
Christianus


1946 - 1948
Adelhelmus
1948 - 1950
Adelhelmus
1949 - 1953
Matheus Pian CDD
1950 - 1952
Wilbertus De Witt


1952 - 1958
Cesarius
1952 - 1957
Wilbertus De Witt


1953 - 1954
Yan Baptista Ma CDD


1957 - 1958
Adelhelmus
1958 - 1964
Adelhelmus
1961 - 1963
Christianus
1964 - 2000
Modestus Berkelmans
1967 - 1977
Fridolinus Van Veghel


1976 - 1980
Silvinus Notor


1981 - 1982
Bertus Visschedjik MHM


1982 - 1986
Bernard Lam


1986 - 1991
Benediktus Likoy


1992 - 1997
Firminus Andjioe


1997 - 1999
Innocentius Sialim


1997 - 1999
Joseph Juwono
2000 -
Firminus Andjioe
1999 - 2001
Egidius Egiono


2002 - 2003
Innocentius Anton


2002 - 2003
Bonifacius Richard


2004 - 2008
Kosmas Jang


2007 - 2009
Mikael Denco


2008 - 2011
Heliodorus Herman


2010 - 2011
Gabriel Marcel


2011 - 2012
Alfred Dino


2011 - 2012
John Wahyudi


2012 – 20…
Paskalis Soedirjo


2016 - 20…
F. Cahyo Widiyanto
Sumber: P. Markus Use OFMCap. Buku Kenangan Perayaan Satu Abad Paroki Sambas: November , 1913-2013. Paroki Sambas, Sambas, 2013.

Wednesday, April 6, 2016

SEJARAH SINGKAT GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA SAMBAS (Bagian Kedua)

 Untuk Membaca Sejarah Singkat Gereja Katolik Kristus Raja, Sambas yang pertama, klik di sini!

Sekitar 1950 baru ada enam buah stasi baru yang terletak di luar kota Sambas. Keenam stasi tersebut adalah: Segarau, Sekura, Paloh, Aruk, Sawah, dan Subah. Kebanyakan stasi-stasi itu dibuka dengan tidak resmi sebab pelayanan dan kunjungan Pastor terjadi secara berkala dan atas permintaan dan undangan dari kampung-kampung bersangkutan. Kebanyakan stasi-stasi berikutnya yang terbentuk sekitar tahun 1970.

Kunjungan Pastor ke kampung umumnya ditujukan kepada mereka yang pernah tinggal di asrama yang sudah dipermandikan. Kunjungan ditujukan hanya untuk beberapa orang saja sebagai bentuk pemeliharaan rohani umat diaspora. Namun secara perlahan-lahan, banyak orang di kampung-kampung mulai membuka pintu bagi agama Katolik karena agama nenek moyang (Animisme) dianggap ketinggalan zaman. Masuk agama berarti sudah mengikuti perkembangan zaman, sudah maju. Di samping itu, ada dorongan dari pihak militer agar mereka memeluk salah satu agama resmi negara. Banyak orang datang dan mengundang Pastor untuk memberikan Sakramen Baptis.

Dengan bertambahnya jumlah umat, menuntut setiap stasi di kampung untuk mengangkat seorang pemimpin agama, yang oleh Pastor mereka sebagai wakilnya di antara umat di kampung itu. Sejak tahun 1970 umat Katolik di pedalaman khususnya di daerah Bantanan bertambah secara kuantitatif. Awalnya Pastor Fridolinus van Veghel mengunjungi stasi di kampung-kampung hanya sekali setahun menjadi 2-3 kali setahun karena melihat perkembangan umat Katolik yang kian pesat meskipun hubungan transportasi masih sulit. Pemeliharaan rohani umat di kampung selanjutnya dilaksanakan oleh Pastor Silvinus Notor 1976. Dia merupakan Pastor pribumi pertama yang bertugas di Paroki Sambas. Pastor ini mulai secara intensif memberikan pendampingan kepada stasi-stasi di kampung melalui kegiatan retret dan pendalaman iman umat di daerah Bantanan dan Subah. Dengan demikian, stasi-stasi yang awalnya kecil terbentuk menjadi stasi yang besar.

Banyak Pihak Terlibat

Paroki Sambas tidak sekali jadi, tetapi melalui proses yang panjang dan perkembangan serta kemajuannya melibatkan banyak pihak. Jauh sebelum Paroki ini terbentuk secara resmi (1913) sudah ada beberapa Pastor datang, melihat dan melayani orang Katolik. Meskipun jumlahnya tidak seberapa tetapi mereka telah berusaha menjajaki dan memberikan pelayanan rohani kepada mereka. Sentuhan kasih yang mereka berikan memberikan penyegaran, kekuatan dan semangat kepada orang Katolik. Di samping Pastor ada pula Katekis. Dari awal Paroki Sambas sudah ada Katekis yang membantu dalam urusan Paroki bahkan di daerah pedalaman ada beberapa orang yang praktis berlaku sebagai Katekis atau seorang guru yang menjadi pelopor perkembangan agama.
Peran Suster

Perkembangan Paroki ini tak terlepas juga dari peran para Suster meskipun awalnya sebatas di dalam kota saja. Karya karitatif yang mereka geluti melalui sekolah-sekolah, poliklinik, kunjungan ke rumah-rumah dan katekese memberikan andil besar bagi perkembangan dan kemajuan Paroki Sambas. Meskipun di daerah pedalaman belum ada peranan Suster namun mereka memberikan pendidikan dan pendampingan bagi sebagian kecil anak- anak perempuan di asrama. Sejak 1977, para Suster mulai terlibat dalam kegiatan tourne bersama Pastor dan Katekis ke kampung. Di kampung mereka membantu dalam pengobatan bagi yang sakit dan katekese.
Peran Umat

Di samping itu, peran serta seluruh umat turut membantu perkembangan dan kemajuan Gereja di Paroki Sambas. Keinsafan sebagian besar umat Katolik dengan cara mereka telah menyumbang andil besar bagi kemajuan tersebut. Hal ini nampak dalam kesiapan dan kerelaan mereka menjadi pelopor dan katekis sukarela di tempat di mana mereka berada. Guru- guru sekolah menjadi kader umat, dan memimpin umat beribadat.


Bentuk Karya Kerasulan

Sejak awal terbentuknya Paroki, bentuk karya kerasulan yang sudah lazim dilakukan adalah tourne. Pastor bersama guru agama atau Katekis pergi dari kampung ke kampung. Di kampung, Pastor bertemu dengan umat dan memberikan pengajaran iman kepada mereka melalui katekese. Pastor berusaha agar ia dikenal umat dan umat tidak segan dengannya. Pastor berusaha menjalin pendekatan yang baik dengan tua-tua di kampung yang dikenal berwibawa dan berpengaruh. Melalui pendekatan ini, banyak orang, tua-muda di kampung mau dikumpulkan. Pada saat berkumpul, Pastor berkatekese dengan bahasa yang bisa dimengerti, bahasa Indonesia dan bahasa setempat. Oleh karena itu, setiap perjalanan tourne, Pastor selalu membawa seorang Katekis atau guru agama yang tahu bahasa setempat. Tourne merupakan salah satu sarana pewartaan dan kerasulan yang masih sangat efektif hingga sekarang ini dan tetap mesti dipelihara dan dilanjutkan.

Peran Sekolah

Sebagaimana telah diutarakan di atas, bahwa peranan sekolah sangat penting dalam perkembangan Paroki. Sekolah dilihat sebagai sarana yang ampuh untuk membentuk dan menyemai benih iman. Begitu juga dengan peran poliklinik atau rumah sakit.
Peran Asrama

Asrama sebagai tempat pemondokan bagi anak-anak sekolah dilihat sebagai bentuk karya kerasulan yang sangat membantu perkembangan Paroki. Asrama tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga tempat untuk membentuk mental dan kepribadian setiap pribadi. Asrama memungkinkan seseorang untuk mandiri dan bertanggung-jawab atas diri dan sekitarnya. Karena itu, asrama dilihat sangat penting bagi pembentukan manusia yang bertangung-jawab dan beriman. (F. Cahyo W.). 

Untuk membaca Sejarah Singkat Gereja Katolik Kristus Raja Sambas (Bagian Ketiga) klik di sini !

Sumber:  P. Markus Use OFMCap.  Buku Kenangan Perayaan Satu Abad Paroki Sambas: November , 1913-2013. Paroki Sambas, Sambas, 2013.

SEJARAH SINGKAT GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA SAMBAS (Bagian Pertama)


Suasana kota Sambas pada zaman dahulu lebih menyerupai kampung daripada kota. Sambas terletak di pinggiran sungai. Tidak ada jalan darat. Yang ada hanyalah jalan setapak yang menghubungkan rumah dengan rumah. Sungai menjadi sarana berlalu-lintas. Rumah-rumah di pasar memang berdekatan, tetapi selebihnya rumah berserak-serakan. Banyak tumbuh pohon kelapa dan karet dan sebagiannya adalah semak-semak. Mayoritas penduduk adalah Melayu dan Tionghoa dan kedua bahasa itulah bahasa sehari-hari mereka.

Sejak dahulu kala, Sambas adalah bagian dari wilayah kesultanan dan Sri Sultan memainkan peranan penting dalam birokrasi pemerintahan. Orang Dayak belum banyak didapati di kota Sambas sebab mereka berdomisili di pedalaman pada waktu itu.


Lahirnya Sebuah Paroki

Sebelum Paroki Sambas didirikan secara resmi, daerah ini sudah dikunjungi oleh Pastor Beatus dari Singkawang (1906-1908), kemudian oleh Pastor Marcellus dari Pemangkat (1908-1913). Belum ada stasi resmi di Sambas. Kedatangan mereka secara berkala untuk mengunjungi beberapa keluarga Tionghoa. Beberapa anak dibawa ke asrama pastor di Singkawang dan kebanyakan dari mereka dipermandikan. Mereka inilah yang kemudian menjadi pelopor Paroki Sambas.

Pada 23-25 Oktober 1909 dalam rapat Definitorium Ordo Kapusin dibicarakan usaha untuk untuk mendirikan sebuah stasi baru di Sambas. Pertimbanganya ialah di Sambas sudah ada cukup banyak yang Katolik. Anjuran dari hasil rapat Ordo tersebut belum sepenuhnya ditanggapi, sebab terbatasnya tenaga yang bisa diutus ke wilayah Pantai Utara Borneo itu.

Awal Desember 1913 Pastor Fidelis A. Tonus menyatakan kesiapannya membuka pelayanan di Sambas. Karena itulah, maka pada 1913 Paroki Sambas secara resmi dinyatakan berdiri dan Pastor Fidelis adalah Pastor Paroki pertama. Batas teritorial Paroki Sambas waktu itu mencakup seluruh wilayah Onderafdeling (kewedanan) Sambas dan di wilayah Onderafdeling Bengkayang sampai pada bagian hulu dari sungai Sambas (songkong/sungkung). Setelah diangkat menjadi Pastor di Sambas, Pastor Fidelis masih tinggal di Pemangkat bersama dengan Pastor Marsellus. Sambas belum ada tempat tinggal yang permanen.

Buku Permandian di bawah tahun 1942 hilang pada zaman Jepang sehingga informasi tidak ada lagi. Misi pelayanan sepenuhnya waktu itu terarah kepada orang Tionghoa, belum ke daerah- daerah yang didiami orang Dayak (Bantanan dan Subah).

Perjalanan Tourne

Dari Pemangkat Pastor Fidelis tourne ke Sambas hingga ke Paloh bersama seorang guru agama Tshang A Kang dengan kapal uap. Dengan perahu penumpang beratap mereka berdua menyusuri terusan sungai hingga sampai di Kartiasa yang terletak di Sungai Sambas Besar. Perahu terus ke arah hulu sampai sungai Bantanan dan sungai Serabi. Perahu masuk sungai Serabi. Melalui anak sungai mereka sampai di Pimpinan. Malam tiba, mereka mencari tempat untuk menginap, dan mengetuk pintu rumah seorang Tionghoa yang tidak mereka kenal dan bermalam di situ. Tourne diteruskan menyusuri jalan tikus dengan kaki telanjang sebab kondisi jalan tanah dan licin. Banyak jembatan terbuat dari kayu-kayu bulat. Sepanjang perjalanan mereka menyusuri hutan rimba dengan pepohonan besar yang masih primer. Ketika keluar dari hutan, mereka sampai di laut Tiongkok. Melalui laut Pastor Fidelis sampai di Tanah Hitam. Mereka berdua bermalam di rumah seorang Tionghoa yang dikenal. Jalan diteruskan ke kampung Niku (Liku), dan bermalam di rumah orang Tionghoa, famili seseorang asal Sambas. Waktu malam banyak orang berkumpul, Tshang A Kang berbicara tentang agama Katolik. Orang Niku menginginkan agar mereka tinggal lebih lama di situ. Ketika mengunjungi seorang Eropa di Niku, Pastor Fidelis berkesempatan naik kapal layar dan langsung menuju Paloh sasaran tournenya. Di Paloh, mereka menumpang di rumah seorang tauke kaya, rumahnya besar sekali dan semua penghuni belum beragama kecuali seorang anak laki-laki. Si bapak tidak setuju bila cucunya dibaptis namun akhirnya dibaptis juga.

Kapal Terdampar

Untuk kembali ke Pemangkat, Pastor Fidelis menumpang kapal layar milik tauke tersebut. Perjalanan dari Paloh ke Pemangkat ditempuh kurang lebih tiga hari. Dalam perjalanan menuju Pemangkat, Kapal yang mereka tumpangi terdampar di pasir panjang Tanah Jawai akibat badai topan yang menghantam kapal mereka. Topan malam itu mengakibatkan kapal mereka terdampar di pasir. Semua harus menunggu hingga air laut naik. Beberapa kali usaha gagal hingga menunggu air laut pasang kembali. Akhirnya usaha itu berhasil dan kapal layar dapat meneruskan perjalanan ke Pemangkat. Selama tiga hari Pastor Fidelis berada di laut dengan pakaian yang tak berganti. Ia tiba kembali di rumah dengan tenaga yang habis terkuras karena perjalanan panjang yang melelahkan.


Sarana Penunjang Karya Misi di Paroki

Untuk menunjang pelayanan dalam karya misi, maka dibangunlah sebuah Pastoran pertama, 1913; akibat satu dan lain hal terjadi perombakan dan pembaharuan dan pastoran yang sekarang dibangun tahun 1933. Gereja pertama didirikan tahun 1918, gereja tersebut terbakar tahun 1952. Tahun 1954 gereja dibangun kembali. Gereja yang ada sekarang merupakan hasil renovasi dengan pelebaran sayap kiri dan kanan, 2009. Biaya renovasi sepenuhnya disponsori oleh Bapak Aloysius Lunardi Liu dari Jakarta.

Suster dari Etten Belanda

Pada 11 Juni1924 enam orang Suster Etten dari negeri Belanda tiba di Sambas untuk membantu karya misi Gereja di sini. Keenam Suster pertama yang datang adalah: Suster Sophia Franken, Suster Leontina van der Loo, Suster Elisabeth Wagemakers, Suster Aquina Oonicx, Suster Rosa van Eyk dan Suster Eudoxia Verdurmen. Karya pelayanan mereka lebih fokus di bidang pendidikan dan kesehatan.

Bangun Sekolah dan Asrama

Untuk kenyamanan dalam memberikan pelayanan, maka pada 1924 para Suster mendirikan rumah sebagai Susteran. Tidak lama setelah itu, para Suster mulai mendirikan SD Amkur dan membangun asrama SD dan TKK tahun 1924; kemudian mendirikan SMP Amkur dan asrama SMP pada 1956; SKP beserta asramanya tahun 1952. Antara tahun 1952-1958 ada pula SMP berbahasa Tionghoa yang diurus oleh Pastor-pastor CDD dan OFMCap. Semua asrama yang diurus Suster dikhususkan hanya untuk anak-anak perempuan. Sedangkan asrama untuk menampung anak laki-laki yang diurus oleh Pastor dan Bruder pernah ada dan asrama tersebut dibangun tahun 1952-1956. Kemudian 1961 dibangun Rumah Novisiat untuk mendidik calon-calon yang ingin bergabung hidup dengan para Suster.    ,

Sedangkan sekolah Misi di luar kota Sambas: pernah ada sekolah- sekolah kecil di Sawah, Keranji, Aruk, Subah, Elok Asam. Sekolah-sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak Suku Dayak setempat. Sekolah tersebut merupakan sekolah swasta-misi boleh jadi akhirnya dinegerikan atau ditutup karena kekurangan jumlah murid. Kemungkinan lain karena masyarakat sendiri melihat bahwa belum merasa pentingnya pendidikan atau bersekolah. Sekarang ada satu SD swasta di Sekura yang dibangun 1970, sejak 1996 sekolah tersebut dikelola Suster Fransiskanes Sambas (KFS) dengan nama SD Budi Mulia Amkur Sekura. (F.Cahyo W.).

Untuk membaca Sejarah Singkat Gereja Katolik Bagian Kedua, klik di sini.

Sumber:  P. Markus Use OFMCap.  Buku Kenangan Perayaan Satu Abad Paroki Sambas: November , 1913-2013. Paroki Sambas, Sambas, 2013.