GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA

Propeller Ads

Propeller Ads

Wednesday, June 14, 2017

MISA PENUTUPAN BULAN MARIA 2017

MISA PENUTUPAN BULAN MARIA 2017

Minggu, 28 Mei 2017 Gua Maria Santok terlihat penuh oleh ratusan umat yang hadir dalam perayaan ekaristi pada penutupan bulan Maria. Misa yang berlangsung meriah dan hikmat ini dianimasi dengan penuh semangat oleh OMK dari Stasi Sajingan. Hadir dalam perayaan ekaristi penutupan bulan Maria ini, Pastor Propinsial Kapusin Pontianak, P. Amandus Ambot OFMCap sebagai selebran utama dan didampingi oleh P. F. Cahyo Widiyanto OFMCap, P. Yulius Lingga OFMCap dan P. Aloysius Anong OFMCap sebagai imam konselebran. 


Dalam kata pembukaan misa P. Amandus mengatakan, bahwa pada bulan April 2017, ia berkunjung ke Fatima, Portugal tempat ziarah Bunda Maria yang terkenal selain Lourdes. Di sana situasinya juga luar biasa. Begitu banyak manusia yang datang dari pelbagai belahan dunia untuk berdoa. Jadi tujuan mereka datang ke Fatima hanya satu untuk berdoa bersama Bunda Maria. Dan rupanya ini sungguh memberikan peneguhan, penghiburan dan kekuatan kepada mereka. Kalau melihat kompleknya yang luas, juga dipenuhi dengan pelbagai manusia, ia mengatakan, “Memang itulah mukjizat menurut saya”. Tetapi kalau kita melihat orang-orang kudus, yang membuat tempat itu terkenal, misalnya keluarga dari Francesco dan Yasinta, mereka adalah keluarga sederhana, keluarga petani. Begitu juga di Lourdes orang yang melihat atau mendapat penampakan dari Bunda Maria adalah orang yang sederhana juga, namun orang yang sungguh mempunyai iman.


Dalam penampakkannya, Bunda Maria selalu menyampaikan pesan, supaya kita terus bertekun dalam doa. Dan ini kiranya tepat, sebab di dalam Kitab Suci pun nampak bagaimana para rasul setelah Yesus naik ke surga, mereka selalu bertekun berdoa bersama Bunda Maria. Pesan yang disampaikan bunda Maria seperti yang dihayati para rasul dan juga kita sekarang, kiranya tetap hidup dalam diri kita sebagai orang kristen, sebagai murid-murid Yesus. Akhirnya P. Ambot berharap, agar ibadat di gua Maria Santok, yang alamiah dan indah ini, sungguh menguatkan iman, memberi suatu kesan yang memampukan untuk bertemu dengan Tuhan dan untuk senantiasa ingat akan perintah dan teguran Tuhan dengan mencontoh teladan Bunda Maria yang sederhana, tapi sungguh dekat dengan Tuhan.

Doa Rosario dengan Ujud Khusus Asian Youth Day 2017

Setengah jam sebelum misa penutupan bulan Maria, umat terlebih dahulu berdoa Rosario yang dipimpin oleh OMK dari stasi Sasak. Dalam lima peristiwa mulia yang didoakan, lima ujud doa disampaikan secara khusus untuk kegiatan Asian Youth Day (AYD) 2017 sebagai salah satu rangkaian kegiatan untuk ikut merasakan perayaan AYD dalam konteks paroki, sebagaimana diserukan Panitia Pra – AYD 2017 Keuskupan Agung Pontianak. Tema AYD 2017 adalah “Joyful Asian Youth! Living The Gospel in Multicultural Asia”.


Lima ujud khusus yang didoakan dalam rosario adalah sebagai berikut: Pertama, pelaksanaan AYD 2017 dapat berlangsung dengan baik, mulai dari pelaksanaan Days in Diocese (DID) hingga acara puncak AYD, 30 Juli - 6 Agustus 2017 di Yogyakarta. Kedua, OMK mampu membawakan pesan perdamaian dan persahabatan di tengah budaya yang beragam dalam konteks lokal. Ketiga, OMK merasakan perayaan sukacita Injil di tengah masyarakat Asia yang multikultural. Keempat, OMK mampu menyadari menghormati persekutuan dengan semua ciptaan dalam keberagaman dan menjadi saksi sukacita Injil. Dan kelima, OMK mampu menyuarakan keadilan sosial dan perdamaian dan merawat bumi.

Mengenal Berarti Mencintai

Mengawali khotbahnya dalam misa penutupan bulan Maria, P. Yulius bertanya kepada umat yang hadir, apakah sebagai seorang suami, istri dan OMK serta anak-anak, mereka SUNGGUH MENGENAL istri, suami dan orang tua mereka? Mendapat pertanyaan ini umat menjawab ya. Tetapi P. Yulius mengatakan, “Simpanlah jawabannya”.

Kemudian P. Yulius menjelaskan makna kata mengenal dalam konteks bacaan Minggu Paskah VII, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh.17:3). Kata mengenal dalam bahasa Ibrani adalah yada. Mengenal di sini dipahami bukan hanya dalam arti mengenal nama, tempat, dsb., tetapi mengenal juga berarti sebuah persembahan hati yang murni untuk orang yang saya kenal. Jadi kalau saya mengenal seseorang, saya persembahkan diriku ini, hidupku ini, sebagai hadiah untuk dia yang kukenal.


Pengenalan menjadi lebih sempurna, jika pengenalan itu menyangkut dua belah pihak seperti juga cinta. Maka jika dalam Injil, Allah dalam Yesus mengenal kita semua dengan menyerahkan hidup-Nya, mati di salib agar kita dicintai Tuhan dan memperoleh akses bahagia kekal bersama Allah, maka pengenalan itu menjadi sempurna, jika dari pihak saya juga mengenal Allah itu dengan mempersembahkan diriku, yaitu hidupku, cintaku kepada Allah.

Contoh yang menarik tentang bagaimana kita dapat mengenal Allah secara benar adalah bunda Maria. Sesudah Yesus naik ke surga Maria bersama para murid bertekun dalam doa. “Saya bisa bayangkan bahwa sesudah kepergian Yesus, para murid kehilangan Dia”. Tetapi siapa paling menderita dari kepergian Yesus? Bunda Maria! Ia adalah seorang Ibu yang kehilangan putranya. Namun demikian Maria bersama para rasul berdoa. Mengapa? Sulit mencari jawabannya. Film The Passion of the Christ (2004) yang disutradarai oleh Mel Gibson barang kali bisa menolong kita menjawab pertanyaan di atas.


Ketika Yesus dalam perjalanan ke Golgota, berlumur darah, digiring oleh para serdadu, orang-orang berdiri di pinggir jalan termasuk Maria. Yesus terlihat kotor, dihina, dicaci dan Maria mau memeluk putranya dari kerumunan itu, tetapi ia juga takut akan dibunuh seperti Yesus. Dalam situasi itu, Maria kemudian ingat akan masa kecil Yesus. Ketika itu Yesus Yesus jatuh, berdarah dan Maria datang memeluknya dan membalut lukanya. Mengingat masa kecil Yesus itu, Maria kemudian bertanya menggugat dirinya, “Aku sudah percaya saat Yesus di dalam kandunganku. Aku mencintainya sejak kecil, waktu dia jatuh dan berdarah. Lalu, mengapa sekarang aku takut masuk dalam kerumunan itu dan memeluk Yesus, Tuhanku?” Cinta Maria kepada Yesus tidak berubah. Ia kemudian memeluk Yesus putranya. Maria mengenal Yesus. Ia menyerahkan seluruh hidupnya, untuk Yesus. Dari kisah ini, kiranya sekarang kita bisa menjawab mengapa Maria ikut berdoa bersama para murid Yesus. Ia seakan mau mengatakan bahwa aku senantiasa bersama kalian. Kalau aku mati, maka aku ingin mati bersama kalian. Maria tidak meninggalkan para murid Yesus, Putranya sendirian.

Belajar dari cara Maria mengenal Allah dalam Yesus, putranya, kita juga harus mampu menerjemahkan pengenalan kita akan Allah dalam cinta yang konkret. “Kalau suami sungguh mengenal istri, maka ketika istri kotor dan berdarah, anda harus datang dan memeluknya seperti anda pertama kali jatuh cinta kepadanya. Seperti Maria, anda harus membawanya bangkit, membawanya kepada Tuhan untuk mengenal Tuhan. Kalau istri sungguh mengenal suaminya, maka ia juga harus bertarung habis-habisan, membawa suaminya kepada Tuhan, agar ia sampai pada sumber keselamatan kekal. Oleh karena itulah ketika suami kotor, ambil dia, peluk dia, bawa dia pulang seperti Maria lakukan terhadap Yesus. Kalau orang muda mengenal orang tua masing-masing, maka caranya sama. Orang muda tidak hanya meminta melulu dari orang tua, tetapi memberi diri sebagai hadiah bagi orang tua”.


Sebagai penutup khotbahnya, P. Yulius bercerita. Ada seorang ibu membawa apel besar untuk dua anaknya. Kepada yang sulung, sebut saja Joni, Ibu itu berkata, “Ini saya bawa apel besar untuk kamu dan adikmu. Kamu potong bagi dua dengan adikmu penuh dengan cinta kasih”. “Bagaimana caranya?”, kata Joni kepada Ibunya. “Potong dua”, kata Ibunya “yang besar untuk adikmu, yang kecil untuk kamu”. Sesudah itu Joni membawa apel itu ke adiknya. Ia berkata, “Dek ini apel dari mama. Kita makan berdua ya. Tetapi syaratnya kita potong dulu buah apel ini dengan penuh cinta kasih”. “Bagaimana caranya”, kata adiknya. Joni menjawab, “Kamu bagi dua apel itu, lalu yang besar untuk abang dan yang kecil untuk adik”. Apa makna dari cerita ini? Mengenal sama dengan mencintai, memberi yang terbesar untuk orang yang kita cintai. 


Karena itulah maka pertanyaan awal, apakah sebagai seorang suami, istri dan OMK serta anak-anak, kalian SUNGGUH MENGENAL istri, suami dan orang tua kamu sekalian, perlu diganti dengan pertanyaan ini, apakah sebagai seorang suami, istri dan OMK serta anak-anak, kalian sungguh MAU mengenal istri, suami dan orang tua kamu sekalian dan membawanya kepada Tuhan? Kalau jawabannya ya, saya mau, maka ketika kita berdoa di Gua Maria, kita bukan mau mencari mukjizat, tetapi bersama Maria dan Yesus kita justru membuat mukjizat, karena kita bisa membawa suami, istri, OMK dan anak-anak kepada Allah, kepada keselamatan, kepada hidup yang kekal,   “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh.17:3).

Aksi Panggilan

Sementara itu, sesudah doa penutup, P. Aloy juga sedikit menjelaskan tentang panggilan menjadi imam, biarawan/wati, secara khusus panggilan menjadi seorang Kapusin. Dengan mengutip lagu kondan Kapusin, P. Aloy mengatakan secara singkat apa yang khas dalam saudara Kapusin itu, yaitu mereka hidup bersahaja dan mengenakan jubah coklat dan tali putih di pinggangnya.


Kepada OMK, P. Aloy menantang mereka, agar jika ada panggilan, mereka jangan ragu menjawabnya. Memang dari Paroki Sambas sudah ada tiga orang yang menjadi Kapusin, yakni P. Samri, P. Markus dan P. Alfons. Namun panggilan mereka masih belumlah cukup. Masih diperlukan pemuda-pemuda lain untuk bekerja secara khusus di ladang Tuhan. Kalau ada OMK merasa dipanggil Tuhan, tetapi tidak menjawabnya, maka P. Aloy menganalogikan, ia bisa jadi akan dilempar “batu” oleh Tuhan untuk mengingatkan dia. Banyak kebaikan yang kita peroleh, tetapi kita lupa berterima kasih kepada Tuhan. Kita sering menganggap bahwa kesuksesan kita adalah usaha kita sendiri, bukan anugerah, pemberian Tuhan. Baru ketika mengalami kegagalan, sakit penyakit, kita merasa Tuhan telah “melempar” kita untuk mengingatkan akan kebaikan dan panggilan-Nya.


Kepada orang tua, P. Aloy berharap, agar orang tua tidak hanya berdoa untuk panggilan anak orang lain, tetapi berani mempersembahkan putranya sendiri demi kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan seluruh umat. (FCW).